NAVIGASI BLOG

Friday, October 4, 2013

Perkembangan Kaligrafi Arab

Perkembangan Kaligrafi Arab

Perkembangan Kaligrafi Arab telah terjadi seiring dengan sejarah aksara Arab sendiri. Huruf Arab telah memiliki asal usul kesejarahan yang sangat dini, bahkan menurut beberapa sumber bahwa aksara Arab telah memulai pertumbuhannya sejak keberadaan manusia pertama. Melalui jalur Semit yaitu Sam putera Nuh dan setelah berpecah dengan bahasa Ibrani, aksara ini selanjutnya lebih dipelihara dalam lingkungan masyarakat yang sekarang dikenal sebagai bangsa Arab dan menempati kawasan Timur Tengah. Bangsa Arab mengakui bahwa tempat tinggal mereka dewasa ini adalah tempat bangsa Semit berasal.

Kaligrafi Arab
Perkembangan Kaligrafi Arab
Selanjutnya, fakta yang cukup awal tentang kaligrafi Arab ditemukan pada prasasti tulisan tangan Dzu Shafar yang mengirim hulubalang kepada raja Yusuf as. Pada masa kelaparan yang dahsyat. Prasasti yang ditulis sangat indah itu menunjukkan salah satu bukti bahwa kaligrafi Arab telah dikembangkan jauh sebelum dimulai hitungan tahun Masehi. Selanjutnya, kaligrafi ini mencapai puncak perkembangannya setelah masa kedatangan agama Islam. Perkembangan kaligrafi yang mengikuti penyebaran ajaran dan tradisi Islam menimbulkan kesan khusus yang menyebabkannya diidentikkan dengan keberadaan kaum Muslimin. Kesan khusus tersebut adalah wajar mengingat dalam banyak hal, terutama dalam konteks perkembangan keilmuan dalam lingkungan kaum Muslimin selalu ditopang oleh penggunaan aksara Arab. Al-Quran mulia kitab suci kaum muslimin, sebagaimana diungkapkan dalam QS Yusuf (12) : 2 diturunkan dengan menggunakan bahasa Arab. Selain itu, kitab-kitab hadis, serta pelajaran keislaman terutama yang konvensional dan klasik, ditulis pula dengan menggunakan aksara Arab. Demikian pula seluruh sendi-sendi agama Islam yang paling fundamental tetap menggunakan bahasa Arab sebagai wahana penuturan dan acuannya.

Bagi kaum muslimin yang berada di Indonesia serta kawasan sekitarnya, termasuk Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam, aksara Arab bukan barang baru lagi. Mereka telah mengenalnya sejak mereka mengenal agama Islam. Di samping untuk keperluan tulis baca Al-Quran, Al-Hadits, dan lainnya, sejak lama aksara Arab dipergunakan untuk menuliskan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, tulisan mata uang logam, stempel, kepala surat, dan sebagainya, ditulis dengan menggunakan bahasa setempat. Gejala tersebut berlaku hampir pada seluruh kepulauan Nusantara. Sebagian berkas-berkas itu ikut digelar dalam suatu Pameran Surat Emas Raja-raja Nusantara yang diselenggarakan di Yogyakarta beberapa tahun lalu, serta oleh Ananbel The Gallop, dihimpun dalam satu buku khusus yang diterbitkan sepuluh tahun. Aksara Arab dengan bahasa setempat di kawasan tersebut, kemudian dikenal sebagai huruf Arab Melayu, Arab Jawa, atau ada pula yang menyebutnya sebagai Arab Pegon.

Sesuai dengan sifat umum yang menjadi karakter tulisan indah, sebagaimana disebutkan terdahulu, kaligrafi Arab dikembangkan pada dua aspek sekaligus. Aspek pertama adalah pengembangan terhadap pilihan ungkapan indah, penuh hikmat, bersumber dari kitab suci, hadis Rasulullah SAW, ucapan para sufi, penyair, filsuf, juga doa-doa kaum muslimin. Aspek kedua ialah pengembangan terhadap bentuk (fisik) aksara dalam kerangka kesenirupaan. Dalam konteks pengembangan sebagai karya kesenirupaan atau bersifat visual art, kaligrafi memiliki peranan yang sangat penting, terutama menjadi ajang berkreasi bagi pelukis muslim yang ragu menggambar makhluk hidup.

Arabic Caligraphy
Kufi. Bentuk bersudut yang
berujung pada bunga-bunga
Akan tetapi, keunggulan kaligrafi Arab tentunya bukan terletak pada keterbukaannya menampung ‘pelarian’. Keunggulannya justru terletak pada karakter fisikoplastisnya yang luwes sehingga melahirkan berjuta kemungkinan dan variasi. Terhadap karya lain, pola geometris dan lengkungan ritmis pada kaligrafi Arab mengawetkan sekaligus memberikan inspirasi terus-menerus terhadap karya seni rupa lain di lingkungan kaum muslimin sendiri. Kaligrafi Arab, sebagaimana diungkap Quresyi; memelihara kaidah bentuk dan terkadang memberikan makna tunggal terhadap jutaan fakta seni rupa yang tersebar pada berbagai komunitas muslim di berbagai pelosok dan penjuru dunia.

Sambil beradaptasi dengan variasi lokal, keberadaan lengkungan ritmis dan pola geometris itu masih tetap terasa kehadirannya dalam ornamen, kubah, mihrab, mimbar masjid-masjid di berbagai penjuru dunia. Selain variasi lokal, pada semua paparan kaligrafi Arab ditemui jejak universal, yaitu suatu gaya yang lebih menggunakan garis lurus vertikal dan bentuk bersegi ataupun bersudut kemudian berakhir pada wujud flora seperti pada kufi.


Yang secara ekstrim tetap mempertahankan lengkungan ritmis terlihat pada karakter naskhi, tsuluts, serta diwani. Gaya riq`iy menampilkan kesan tangkas, tetapi tetap serius. Variasi ornamental pada kaligrafi Arab justru menjadi bagian dari data bagi sejarawan seperti Hoesein Djajadiningrat sebagai salah satu dasar berpijak menelusuri identifikasi historis. Bagi sejarawan, karakter huruf termasuk karakter yang terdapat pada kaligrafi, menjadi bahan informasi yang pokok. Dengan melihat gaya tulis yang diterapkan pada aksara dan cara penulisan yang terdapat pada suatu data sejarah, dapat ditelusuri beberapa identitas penting lain di sekitar waktu dan para penulisnya.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas kunjungannya. Ekspresikan pendapat Anda melalui kotak komentar di bawah ini. Kritik dan saran juga sangat berharga demi kemajuan blog ini. And please no spam!